Kamis, 28 Januari 2016

Penjelasan Haji Mabrur Dan ciri- ciri serta indicator orang yang mendapatkannya

istilah Haji Mabrur sudah sangat sering kita dengar, seperti ucapan seseorang:

 "Semoga menjadi haji Mabrur." atau "Insyaallah anda menjadi Haji Mabrur." Apakah arti dan maksud Haji Mabrur itu ?
Ulama berbeda paham dalam memaknai haji mabrur. Sebagian berpendapat bahwa ia adalah amalan haji yang diterima di sisi Allah, dan sebagiannya lagi berpendapat yaitu haji yang buahnya tampak pada pelakunya dengan petunjuk keadaannya setelah berhaji jauh lebih baik sebelum ia berhaji. (lihat Fathul Allam oleh Shiddiq Hasan Khan 1/594). Salah seorang Ulama Hadis Al Hafidh Ibn Hajar al’ Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarahBukhari-Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah Subhanahu waTa’ala.”

1. Maksud Mabrur Menurut Para Ulama
• Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berasal dari kata al-birr (kebaikan) لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,...(Q. S Al-Baqarah :177).
• Haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.
• Nama Mabrur artinya adalah Diberkati; Berbuat Kebajikan
• Dalam kitab Fathul Baarii, Syarah Bukhari-Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah swt..”
• Imam Nawawi dalam syarah Muslim: “Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah swt., yang tidak ada riya, tidak ada sum’ah tidak rafats dan tidak fusuq.”
• Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan bahwa: “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shalehdan kebajikan-kebajikan.”
• Dalam Kitab Lisan al-Arab, mabrur dapat berarti baik, suci, dan bersih dan juga berarti maqbul atau diterima. Dalam pengertian pertama, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, berbuat fasik atau mengganggu orang lain, menggunakan harta yang halal untuk ongkos dan biaya perjalanan ibadah. Dalam arti yang kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima.
Kesimpulan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang diterima dan diridhai oleh Allah swt. Karena ibadah hajinya telah dilakukan dengan baik dan benar serta dengan bekal yang halal, suci dan bersih.

2. Ajaran Rasulullah saw. Dalam Memperoleh Haji Mabrur.
Meskipun pada hakikatnya, bahwa hanya Allah-lah yang menentukan dan mengetahui apakah diterima dan tidaknya haji yang kita tunaikan. Namun melalui penjelasan yang bersumber dari Rasulullah saw. Telah dijelaskan kriteria untuk mencapainya, antara lain:
1. Niat Lurus. Tunaikanlah ibadah haji dengan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat yang ikhlas karena Allah swt.. Derajat niat dalam setiap ibadah dalam Islam menempati posisi yang sangat penting, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah ibadah yang kita yang tunaikan. وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali melainkan untuk menyembah Allah SWT dan mengikhlaskan agama (semata-mata) karena Allah.” (QS. Al-Bayyinah: 5). Penegasan niat di atas dikuatkan lagi oleh Rasulullah saw. Yang dijelaskan dalam sabdanya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya itu.” (Muttafaq’ Alaihi).

2. Rezeki Halal. Segala biaya dan nafkah yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji haruslah benar-benar bersumber dari yang halal. Rasulullah saw. Bersabda: :” Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya, “Labbaikallaahumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkata penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka penyeru dari langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima.” (HR. Tabrani).

3. Mencontoh Manasik Rasulullah saw. Melakukan manasik hajinya dengan meneladani dan mempedomani manasik haji Rasulullah saw.. Ini sudah pasti dan dapat dipahami, karena ibadah haji merupakan ibadah mahdhah yang cara pelaksanaanya mutlak harus mempedomani Rasulullah saw. Sebagaimana sabdanya: “Hendaklah kamu mengambil manasik hajimu dari aku.” (HR. Muslim).

4. Memperhatikan Lisan. Hendaknya ia menjauhi rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman: فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ Artinya: ‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197). (Lihat Syarh Riyâdus Shâlihin oleh Syaikh Ibnu Utsaimin 3/113).

5. Membawa Perbaikan. Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu memperbaiki akhlak dan tingkah laku. Sesudah kembali dari tanah suci. Maka itu semua menjadi sarana untuk merefungsionalisasikan tujuan hidup kita agar kembali kepada fitrah yang sebenarnya, yakni menjadi manusia yang memiliki akhlak yang terpuji. Kita harus mengingat bahwa tujuan ibadah dalam Islam, tidak terkecuali ibadah haji adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar